cover
Contact Name
Muliyadi
Contact Email
uppmpoltekkesternate@gmail.com
Phone
+6282233159448
Journal Mail Official
juketernate@gmail.com
Editorial Address
Jl. Cempaka Kelurahan Tanah Tinggi Barat Kecamatan Kota Ternate Selatan
Location
Kota ternate,
Maluku utara
INDONESIA
Jurnal Kesehatan
ISSN : 19076401     EISSN : 25977520     DOI : https://doi.org/10.32763/juke
Core Subject : Health, Social,
JUKE : Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes Ternate is an national peer-reviewed journal dedicated to interchange for the results of high quality research in all aspect of health Science. The journal publishes state-of-art papers in fundamental theory, experiments and simulation, as well as applications, with a systematic proposed method, sufficient review on previous works, expanded discussion and concise conclusion. As our commitment to the health of science. The Jurnal Kesehatan follows the open access policy that allows the published articles freely available online without any subscription.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017" : 6 Documents clear
Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori Dwi Wahyu Purwiningsih
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.904 KB) | DOI: 10.32763/juke.v10i1.12

Abstract

Latar Belakang : Sampah masih menjadi masalah di kota-kota yang ada di Indonesia tidak terkecuali di kota Ternate, timbulan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat kota Ternate yang diangkut ke TPA yaitu 226 m3/hari, dengan tingkat pelayanan 57% dari total masyarakat Kota Ternate (BPS, 2015). Alternatif pengelolaan sampah yang baik untuk menghadapi permasalahan ini salah satunya dengan menggunakan teknologi tepat guna. Salah satu teknologi tepat guna yang dapat diterapkan yaitu dengan menggunakan Lubang Resapan Biopori (LRB). Manfaat Penelitian : Memberikan manfaat untuk ilmu pengetahuan dan dapat meningkatkan kesehatan lingkungan. Lokasi Penelitian : di Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Ternate. Metode Penelitian : Jenis penelitian experimental dengan menggunakan rancangan Posstest Only Control Design. Pengolahan dan penyajian data dalam penelitian ini adalah jumlah kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan ditimbang dan dibedakan sesuai dengan jenis sampah dan MOL kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan. Hasil Penelitian : Menunjukkan MOL yang paling banyak menghasilkan kompos adalah MOL Tape Ubi dengan jenis sampah daun kering yaitu 85% dan yang paling sedikit adalah MOL Terasi dengan jenis sampah daun mentah yaitu 40% selama 20 hari. Kesimpulan : Rata-rata jumlah kompos yang paling banyak dihasilkan berturut-turut adalah dengan menggunakan MOL Tape Ubi, MOL Nanas, MOL Terasi dan kontrol.
Kesehatan Reproduksi Remaja Nuzliati Tahir Djama
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.399 KB) | DOI: 10.32763/juke.v10i1.15

Abstract

Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000). Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis. Di negera-negara berkembang masa transisi ini berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu lebih muda daripada usia ideal menikah (Kiragu, 1995:10, dikutip dari Iskandar, 1997). Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997). Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi. Kebutuhan dan jenis risiko kesehatanreproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), ke-kerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipe-ngaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup. Khusus bagi remaja putri, mereka kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka padarisiko kehamilan dan persalinan dini (Hanum, 1997:2-3). Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse). Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997). Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe, 1997: 368-376). Remaja yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al., 1997:360-367). Para remaja ini berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi (Iskandar, 1997). Pilihan dan keputusan yang diambil seorang remaja sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas informasi yang mereka miliki, serta ketersediaan pelayanan dan kebijakan yang spesifik untuk mereka, baik formal maupun informal (Pachauri, 1997). Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Iskandar, 1997). Di segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia hanya dirancang untuk perempuan yang telah menikah, tidak untuk remaja. Petugas kesehatan pun belum dibekali dengan kete-rampilan untuk melayani kebutuhan kesehatan reproduksi para remaja (Iskandar, 1997). Jumlah fasilitas kesehatan reproduksi yang menyeluruh untuk remaja sangat terbatas. Kalaupun ada, pemanfaatannya relatif terbatas pada remaja dengan masalah kehamilan atau persalinan tidak direncanakan. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada. Di samping itu, terdapat pula hambatan legal yang berkaitan dengan pemberian pelayanan dan informasi kepada kelompok remaja (Outlook, 2000). Karena kondisinya, remaja merupakan kelompok sasaran pelayanan yang mengutamakan privacy dan confidentiality (Senderowitz, 1997a:10). Hal ini menjadi penyulit, mengingat sistem pelayanan kesehatan dasar di Indonesia masih belum menempatkan kedua hal ini sebagai prioritas dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan yang berorientasi pada klien. Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%) (LDFEUI & NFPCB, 1999a:92). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (LDFEUI & NFPCB, 1999b:14). Remaja seringkali merasa tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Kebanyak orang tua memang tidak termotivasi untuk memberikan informasi mengenai seks dan kesehatan reproduksi kepada remaja sebab mereka takut hal itu justru akan meningkatkan terjadinya hubungan seks pra-nikah. Padahal, anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua atau sekolah cenderung berperilaku seks yang lebih baik daripada anak yang mendapatkannya dari orang lain (Hurlock, 1972 dikutip dari Iskandar, 1997). Keengganan para orang tua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi (pendidikan seks). Hasil pre-test materi dasar Reproduksi Sehat Anak dan Remaja (RSAR) di Jakarta Timur (perkotaan) dan Lembang (pedesaan) menunjukkan bahwa apabila orang tua merasa meiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kesehatan reproduksi, mereka lebih yakin dan tidak merasa canggung untuk membicarakan topik yang berhubungan dengan masalah seks (Iskandar, 1997:3). Hambatan utama adalah justru bagaimana mengatasi pandangan bahwa segala sesuatu yang berbau seks adalah tabu untuk dibicarakan oleh orang yang belum menikah (Iskandar, 1997:1). Responden survei remaja di empat propinsi yang dilakukan pada tahun 1998 memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden yang setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana untuk menikah, responden yang setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999a:96-97). Sebuah studi yang dilakukan LDFEUI di 13 propinsi di Indonesia (Hatmadji dan Rochani, 1993) menemukan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa pengetahuan mengenai kontrasepsi sudah harus dimiliki sebelum menikah. Survei remaja di empat propinsi kembali melaporkan bahwa ada 2,9% remaja yang telah seksual aktif. Persentase remaja yang telah mempraktikkan seks pra-nikah terdiri dari 3,4% remaja putra dan 2,3% remaja putri (LDFEUI & NFPCB, 1999:101). Sebuah survei terhadap pelajar SMU di Manado, melaporkan persentase yang lebih tinggi, yaitu 20% pada remaja putra dan 6% pada remaja putri (Utomo, dkk., 1998). Sebuah studi di Bali menemukan bahwa 4,4% remaja putri di perkotaan telah seksual aktif. Studi di Jawa Barat menemukan perbedaan antara remaja putri di perkotaan dan pedesaan yang telah seksual aktif yaitu berturut-turut 1,3% dan 1,4% (Kristanti & Depkes, 1996: Tabel 8b). Sebuah studi kualitatif di perkotaan Banjarmasin dan pedesaan Mandiair melaporkan bahwa interval 8-10 tahun adalah rata-rata jarak antara usia pertama kali berhubungan seks dan usia pada saat menikah pada remaja putra, sedangkan pada remaja putri interval tersebut adalah 4-6 tahun (Saifuddin dkk, 1997:78). Tentu saja angka-angka tersebut belum tentu menggambarkan kejadian yang sebenarnya, mengingat masalah seksualitas termasuk masalah sensitif sehingga tidak setiap orang bersedia mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan apabila angka sebenarnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan.
EFEKTIFITAS KELAS DISKUSI ASI SEBAGAI MEDIA PROMOSI KESEHATAN DALAM MENINGKATKAN PRAKTIK MENYUSUI Maria Retno Ambarwati; Astuti Setiyani; Nana Usnawati
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32763/juke.v10i1.22

Abstract

Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Magetan pada Tahun 2014 sebesar 66,9%. Puskesmas Ngariboyo memiliki cakupan ASI Eksklusif yang rendah yaitu 54,66%. Penelitian ini untuk mengetahui efektifitas Kelas Diskusi ASI sebagai media promosi dalam meningkatkan praktik menyusui. Penelitian ini adalah eksperimen semu, dengan rancangan non equivalent control group post test only design. Penelitian ini menggunakan perbandingan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yaitu 20:20. Teknik sampling yang digunakan purposive sampling. Variabel bebas adalah pelaksanaan Kelas Diskusi ASI, Variabel terikat adalah praktik menyusui. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar tilik. Analisa menggunakan uji Mann Whitney. Hasil didapatkan praktik menyusui lebih baik pada kelompok yang mendapatkan promosi melalui Kelas Diskusi ASI. Pemberian ASI saja lebih banyak dilakukan oleh kelompok yang mengikuti Kelas Diskusi ASI. Sub variabel pelekatan bayi dan langkah-langkah menyusui menunjukkan hasil yang sama pada kedua kelompok yaitu paling banyak tidak baik dalam pelaksanaannya. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai p = 0,006 < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan antara kelompok yang mengikuti Kelas Diskusi ASI dan tidak mengikuti. Simpulan dari penelitian ini Kelas Diskusi ASI dapat meningkatkan praktik menyusui pada ibu menyusui. Saran bahwa Kelas Diskusi ASI dapat diselenggarakan di tempat lain dengan memperhatikan intensitas dan waktu penyelenggaraan (tergantung tingkat kompleksitas/kesulitan perilaku yang akan dituju) serta melibatkan seluruh keluarga baik suami, maupun pengambil keputusan dalam keluarga (nenek atau keluarga perempuan).
DAMPAK FAKTOR STRESS DAN GANGGUAN WAKTU MENSTRUASI PADA MAHASISWA Suparji Suparji
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.061 KB) | DOI: 10.32763/juke.v10i1.31

Abstract

ABSTRAK Dampak dari gangguan menstruasi yang tidak teratur nyeri haid, gangguan dalam jumlah perdarahan, dan PMS (Pre Menstural Syndrome). Hal ini dapat menjadi serius jika tidak segera ditangani. Haid yang tidak teratur dapat menjadi pertanda bahwa siklus yang dilaluinya tidak berovulasi (anovulatoir) sehingga wanita tersebut cenderung sulit memiliki keturunan (infertile). Masalah utama penelitian ini adalah 36% mahasiswa Prodi Kebidanan Magetan mengalami stress dan mengalami gangguan menstruasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara tingkat stress dengan gangguan menstruasi pada mahasiswa Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan Poltekkes Kementrian Kesehatan Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian ini sebanyak 147 mahasiswa dan pemilihan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Sampling diperoleh besar sampel 108 mahasiswa. Variabel bebas adalah tingkat stress dan variable terikat adalah gangguan menstruasi. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan uji statistik Chi-Square dengan taraf signifikansi < 0.05. Penelitian ini menunjukkan bahwa 55.56% mahasiswa mengalami stress pada tingkat normal dan 63% mahasiswa tidak mengalami gangguan menstruasi. Pada tingkat stress normal, 76.7% mahasiswa tidak mengalami gangguan menstruasi. Sedangkan pada tingkat stress parah, 100% mahasiswa mengalami gangguan menstruasi. Hasil Uji Chi-Square didapatkan nilai p=0,000 (<0.05) dengan nilai koefisien kontingensi 0.44 yang berarti mempunyai keeratan sedang. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan ada hubungan antara tingkat stres dengan gangguan menstruasi dengan keeratan hubungan sedang. Semakin tinggi tingkat stress seorang wanita, semakin besar potensi mengalami gangguan menstruasi pada wanita tersebut. Saran penelitian lebih lanjut dengan memperbesar populasi dan perbaikan instrumen pengumpulan data tentang tingkat stress dan gangguan menstruasi.
KNOWLEDGE AND THE ROLE OF CADRES IN THE IMPLEMENTATION OF EARLY DETECTION OF TODDLERS DEVELOPMENT USING KPSP nuryanin yani; Ayesha H.N, Nurwening T.W.
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.322 KB) | DOI: 10.32763/juke.v10i1.32

Abstract

Introduction: The development of toddlers is noteworthy considering the population size is large enough. Early detection is an important development with KPSP carried out in an effort to facilitate early detection of developmental disorders that can be given early intervention and referral early in children, in the end the quality of a child's development may be optimal. Trained cadres have the authority to monitor the development of children with KPSP Method: cross sectional analytic approach. Population health cadres in the district Lembeyan with Random sampling techniques with independent variable knowledge and skills of cadres, the role of cadres in the implementation of early detection of early childhood development using KPSP as the dependent variable. Results: Correlation between knowledge and the role of cadres in the implementation of early detection of toddlers development using KPSP analyzed using Spearman Rank test with the results of 0565, while the role and the skills to 0.485 correlation value. Conclusion: there is a relationship of knowledge to the role of cadres and there is a relationship between skill to the role of cadres in the implementation of early detection of toddler development using KPSP. It is hoped the clinic routinely provide refresher material on monitoring developments and increasing the number of screening kit (infrastructure for monitoring developments).
GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CAMPAK DI PUSKESMAS KALUMATA KOTA TERNATE TAHUN 2016 – 2017 Sakriani Jamaluddin
Jurnal Kesehatan Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Ternate

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.289 KB) | DOI: 10.32763/juke.v10i1.129

Abstract

Telah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangannya termasuk penggunaan vaksin campak tetapi malah terjadi peningkatan kasus campak. Perlu dilakukan surveilans epidemiologi penyakit campak guna penyediaan data sebagai informasi untuk penanganan yang lebih baik. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, penelitian ini menggambarkan secara epidemiologi kasus campak di wilayah kerja Puskesmas Kalumata 2016 – 2017. Unit analisis dalam penelitian ini adalah data hasil pencatatan kasus campak tahun 2016 dan 2017 pada formulir laporan C1. Terjadi peningkatan kasus dari tahun 2016 ke tahun 2017, yakni dari 73 menjadi 143 kasus. Penderita campak terbanyak pada kelompok umur 0 – 5 tahun, penderita campak didominasi jenis kelamin perempuan, penyebarannya terbanyak di Kelurahan Kalumata, dan sebagian besar penderita penah mendapatkan vaksin.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol 15 No 1 (2022): Jurnal Kesehatan Vol 14 No 2 (2021): Jurnal Kesehatan Vol 14 No 1 (2021): jurnal kesehatan Vol 13 No 2 (2020): Jurnal Kesehatan yang diterbitkan oleh Poltekkes Ternate Vol 13 No 1 (2020): jurnal kesehatan Vol 12 No 2 (2019): Jurnal Kesehatan Vol 12 No 2 (2019): Jurnal Kesehatan Poltekkes Kemenkes Ternate Vol 12 No 1 (2019): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate Vol 12 No 1 (2019): Jurnal Kesehatan Published by Poltekkes Ternate Vol 12 No 1 (2019): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate Vol 11 No 2 (2018): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, November 2018 Vol 11 No 2 (2018): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2018 Vol 11 No 1 (2018): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, Juni 2018 Vol 11 No 1 (2018): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Juni 2018 Vol 10 No 2 (2017): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2017 Vol 10 No 2 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, November 2017 Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017 Vol 10 No 1 (2017): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, Bulan Mei 2017 Vol 9 No 02 (2016): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2016 Vol 9 No 02 (2016): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2016 Vol 9 No 02 (2016): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, November 2016 Vol 9 No 1 (2016): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, Mei 2016 Vol 9 No 1 (2016): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Mei 2016 Vol 8 No 01 (2015): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2015 Vol 8 No 01 (2015): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, November 2015 Vol 7 No 2 (2014): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, November 2014 Vol 7 No 2 (2014): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, November 2014 Vol 7 No 1 (2014): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, Mei 2014 Vol 7 No 1 (2014): Jurnal Kesehatan Published By Poltekkes Ternate, Mei 2014 Vol 7 No 1 (2014): Jurnal Kesehatan Poltekkes Ternate, Mei 2014 More Issue